Berita Terbaru Selebriti Indonesia Nama Anjasmara Prasetya sudah lama ‘menghilang’ di industri layar lebar Indonesia. Ia terakhir tampil dalam layar lebar lewat film Koper yang dirilis 2006 silam, sekitar 14 tahun lalu.
Hal itu membuat ia fokus memainkan berbagai sinetron, mulai dari Sulaiman (2006) sampai Anak Langit (2017-2019). Pun sampai sekarang ia masih aktif membintangi sejumlah sinetron.
“Enggak main film lagi karena enggak ada yang menawarkan, beneran enggak ada yang nawarin. Yaudah saya main sinetron,” kata Anjas saat jumpa media virtual film Everyday Is A Lullaby, Jumt (18/9).
Seketika Anjas mendapat tawaran main film pada tahun 2016. Tawaran itu datang dari produser John Badalu, penulis naskah Ilya Sigma dan sutradara Putrama Tuta yang menggarap Everyday Is A Lullaby.
Anjas diminta untuk memainkan karakter utama bernama Rektra. Ia dikisahkan sebagai penulis naskah yang tengah sekarat dan justru ia menjalani hidup dalam cerita yang ia buat.
Setelah berdiskusi, pria kelahiran Blitar ini sepakat untuk memerankan Rektra. Selama proses praproduksi, kurang lebih Anjas mendalami karakter Rektra selama satu bulan.
“Aku udah lama enggak main film, kan aku main sinetron. Film yang aku perankan sebagai pemeran utama itu Koper tahun 2006 lalu,” kata Anjas mengingat masa lalunya.
Absen satu dekade dalam layar lebar tampak tidak mengurangi kualitas akting Anjas. Saat jumpa media Tuta berkali-kali menjelaskan bahwa akting Anjas sangat bagus, bahkan ia yakin hanya Anjas yang cocok memerankan Rektra.
Meski demikian, Anjas sendiri bingung dan gelisah ketika diminta menjelaskan karakter Rektra. Berkali-kali ia berusaha menjelaskan seperti apa sosok Rektra, namun tetap tidak bisa.
“Saya selalu deg-degan kalau ditanya atau mendengar nama Rektra. Setelah empat tahun berlalu sejak syuting, tapi masih deg-degan kalau mendengar nama itu, kaki dan tangan dingin,” kata Anjas.
“Saya tidak tahu mengapa karakter tersebut didesain seperti itu. Aduh bagaimana ya, saya enggak tahu deh riber karakternya,” ia menambahkan.
Bila merujuk pada trailer, Rektra tampak seperti pribadi yang sangat rumit. Banyak pikiran yang berkecamuk dalam kepalanya dan sifatnya seperti bisa berubah-ubah yang bergantung pada pikirannya.
Anjas juga tidak bisa menjelaskan apa saja yang terjadi selama syuting, ia lupa akan semua itu. Salah satu yang ia ingat adalah melakukan setiap arahan yang disampaikan Tuta untuk kebutuhan suatu adegan.
Hal lain yang ia ingat adalah perkataan Tuta kepadanya, kala itu ia diminta untuk menjadi Rektra, bukan memainkan karakter Rektra. Saat itulah Anjas berserah diri dan Tuta seperti ‘mencuci otak’ Anjas untuk menanamkan karakter Rektra.
“Perlu waktu panjang untuk keluar dari karakter Rektra. Kebetulan saya lagi enggak ada syuting, hanya mengajar yoga, jadi banyak meditasi dan cepat keluar dari karakter,” kata Anjas.
“Tetapi setiap dengar nama Rektra seperti memicu karakter itu kembali lagi. Entah kenapa kalau dia datang badan panas dingin, enggak tahu harus apa dan semua seperti salah.”
Ilma sendiri menulis Everyday Is A Lullaby berdasarkan pengalaman pribadi. Sebagai sineas ia pernah merasa gundah dan resah lantaran mendapat tawaran yang berakhir begitu saja.
“Akhirnya saya coba membuat dunia untuk film ini, kemudian ngobrol sama Tuta dan bang John. Sehingga kegelisahan itu tidak menjadi depresi sendiri,” kata Ilya.
Film ini akan tayang perdana di Busan International Film Festival 2020. Setelah itu film ini direncanakan tayang di sejumlah festival film lain dan tidak akan dirilis di bioskop.